Satpol PP Malah Incar Mirota dan Nur Pasifik
SURABAYA – Gembar-gembor rencana penutupan minimarket yang tidak berizin pada Senin (4/7) ternyata hanya pepesan kosong. Satpol PP ternyata tidak bergerak sama sekali, alias ngeper. Alasannya, keputusan final penutupan harus melalui mekanisme yang panjang. Sebaliknya, Satpol PP malah menertibkan brandgang yang dipakai oleh toko Mirota di Jl. Sulawesi dan Restoran Nur Pasifik di Jl. Raya Gubeng.
Alasan lain yang dibuat Satpol PP adalah mereka masih memilih dan memilah mini market yang betul-betul tidak memiliki izin zoning, izin mendirikan bangunan (IMB), izin gangguan HO dan izin usaha toko modern (IUTM).
“Data yang kami terima dari Disperdagin ternyata ada yang sudah memiliki izin zoning dan IMB, sedangkan HO dan IUTM-nya sedang dalam proses. Ada pula yang tinggal menunggu IUTM-nya saja. Jadi penertiban kami tunda,” kata Plt Kasatpol PP Pemkot Arief Budiarto, Senin (4/7).
Sebagai gantinya, kata dia, Satpol PP menertibkan brandgang yang dipakai oleh toko Mirota di Jl. Sulawesi dan Restoran Nur Pasifik di Jl. Raya Gubeng. “Masalah brandgang ini akan kami selesaikan dulu. Baru setelah ini kami melangkah ke penertiban mini market tidak berizin,” tambah dia. Pihaknya menepis kalau dikatakan pembatalan itu menunjukkan adanya ‘main mata’ antara institusinya dengan pengusaha mini market.
Langkah Satpol PP yang urung ‘mengeksekusi’ mini market bemasalah itu dinilai Reny Astuti anggota komisi C DPRD Surabaya melanggar perda No 1/2011 tentang mini market dan perwali no 35/2010 tentang mini market. Menurut Reny, pemberian peringatan keras kepada pemakai brandgang oleh Mirota di Jl. Raya Sulawesi dan Nur Pasifik di Jl Raya Gubeng tak lebih hanya pengalihan isu.
Menurutnya, berdasarkan rekom dari Disperdagin yang disampaikan ke dewan, jumlah mini market yang direkom untuk ditertibkan bertambah. Semula mini market yang harus ditertibkan sebanyak 116 unit, tapi kini menjadi 209 unit. Mini market sebanyak itu, lanjutnya, terdiri dari Indomart sebanyak 48 unit, Alfamart sebanyak 141 unit, Alfamidi sebanyak 8 unit dan Alfa Expres :sebanyak 12 unit.
“Logikanya, yang tidak memiliki izin sama sekali harus ditutup dulu dan mini market yang pengajuan izin HO-nya ditolak harus ditutup selamanya. Tapi kenapa kok batal. Ini kan aneh. Pertanyaannya ada apa dengan Satpol PP,” ujar politisi dari PKS ini.
Menurutnya ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan lagi dalam masalah ini adalah terkait dengan kajian ekonomi. Dalam pendirian market juga harus ada kajian ekonominya. Setelah diteliti seksama ternyata hampir semua mini market di Surabaya yang jumlahnya sekitar 374 unit itu tidak memiliki kajian ekonomi. Apalagi kajian ekonomi itu tidak bisa diperoleh pengusaha mini market hanya dalam seminggu.
“Kami harapkan Pemkot tidak sekadar ngomong akan menertibkan mini market yang tidak berizin. Tolong penertibannya direalisasikan di lapangan. Tanpa, ketegasan dari walikota saya kira akan merugikan pemkot sendiri,” kata dia.
Menurutnya, surat tembusan rencana penutupan mini market dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Surabaya ke DPRD Surabaya sudah jelas bahwa ada 209 mini market yang tidak memiliki izin lengkap dari pemkot. Mereka juga sudah diberikan peringatan sampai tiga kali agar mengurus perizinanannya, namun tidak ada tindak lanjutnya.
Bila sudah demikian, katanya, pemkot harus melaksanakan penutupan tersebut. Jangan sampai sudah upaya perbaikan penataan keberadaan mini market malah kendur karena tidak ada sikap yang tegas dari Pemkot. Bahkan, kata dia, dari 209 mini market itu disebutkan ada 3 mini market yang ditolak izin gangguannya (HO)-nya dari Badan Lingkungan Hidup (BLH). Itu artinya, enam mini market yang tidak punya HO itu perlu mendapatkan prioritas penutupan dan tidak boleh beroperasi seterusnya.
Ketiga mini market yang direkom Disperdagin untuk ditutup seterusnya karena pengajuan izin HO-nya ditolak tiga di antaranya adalah Alfamart Jl Raya Lakrsantri, Jl Lebak Indah Utara dan Jl Gubeng Kertajaya. “Kalau sudah direkom untuk ditutup ya silakan segera ditutup,” ungkapnya.
Erick Tahalele anggota komisi A DPRD Surabaya memberikan penilaian senada dengan Reny terkait pembatalan penertiban 209 mini market bermasalah itu. “Nggak berlebihan kalau kami meragukan penutupan mini market tidak berizin tersebut. Ini bukti Satpol PP ada main dengan pengusaha mini market,” ujarnya.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Surabaya Endang Caturahwati mengatakan, seharusnya mini market tidak brerizin alias bodong mulai hari ini ditertibkan. Karena, mini market itu sudah jelas tidak memiliki izin zoning, izin mendirikan bangunan IMB), izin gangguan (HO) dan izin usaha toko modern (IUTM). Bahkan, tidak memiliki kajian ekonomi. “Kami sebetulnya sudah berani memastikan akan ada penertiban. Tapi, nggak tahu kenapa kok ditunda lagi,” katanya.
Menurutnya, pada Sabtu (2/7) Disperdagin, Satpol PP, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) sudah mengadakan rapat bersama untuk membahas masalah tersebut sekaligus rencana penutupan. Hasil rapat koordinasi memutuskan mini market yang belum memiliki izin dan diusulkan akan ditutup duluan jumlahnya masih 209 unit. n pur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar