Salam Pemberdayaan Yes, Penggusuran No ! DPD APKLI Surabaya 2011-2014

Selasa, 05 Juli 2011

Pemkot melakukan kebohongan publik

Buntut pembatalan penutupan  minimarket  bodong
SURABAYA –  Pemkot melakukan kebohongan publik terkait penutupan minimarket tidak berizin alias bodong. Pasalnya, rencana penertiban kembali tidak jelas. Padahal sudah dipastikan sebelumnya akan digelar, Senin (4/7) kemarin. Bahkan sampai kini  rencana itu kembali kabur.

Bahkan yang berkembang antarpejabat Pemkot malah  saling lempar atas rencana tersebut. Plt. Kepala Satpol PP Arief Budiarto menunggu prosedur penertiban dari Ir Isna Kepala Bidang Tata Bangunan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR). Sebaliknya Isna mengatakan, penutupan minimarket hak sepenuhnya ada di Satpol PP.

Kondisi ini tentu saja membuat kalangan DPRD Surabaya semakin gerah. Pasalnya, pelanggaran yang dilakukan pegusaha mini market, baik itu Alfamart, Alfamidi, Alfa Express, Circle K, Indomaret maupun yang lainnya sudah sangat jelas.
“Kami nilai pejabat pemkot sudah melakukan kebohongan publik. Sebab, sejak 30 Juni lalu Pemkot sudah berjanji akan menertibkan mini market bodong, tapi ternyata dibatalkan. Ini kan membohongi masyarakat namanya,” kata Erick Tahalele, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Selasa (5/7).
Ia pun berjanji melalui Fraksi Golkar akan memasukkan masalah ini dalam pandangan Fraksi Golkar saat sidang paripurna dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawban (LKPj) walikota 2010, Selasa (5/7) hari ini bila ada kesempatan untuk menyampaikannya.
Selain itu, melalui Komisi A akan meminta agar komisinya menghadirkan Plt. Kasatpol PP Pemkot Arief Budiarto, pejabat DCKTR, pejabat Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan pejabat Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) untuk digelar hearing lagi. “Ini sudah pelecehan terhadap dewan. Masak sudah janji-janji sendiri dan diingkari sendiri. Ini kan, tidak salah kalau masyarakat menilai pemkot main-main dalam soal ini,” tandasnya.
Reny Astuti, anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya juga mengatakan hal serupa. Dia juga merasa heran dengan Satpol PP dan pejabat lain di Pemkot. Karena dia sudah janji-janji sendiri, tapi diingkari sendiri. “Pertanyaannya sekarang, ada apa dengan Satpol PP dan pejabat pemkot yang lain,” kata dia.
Menurut dia, di dalam Perda No 1 Tahun 2010 tentang Izin Usaha Toko Moderen (IUTM) pasal 60 sudah dijelaskan secara gamblang. Dalam pasal itu disebutkan, minimarket yang sudah punya izin dan telah beroperasi selama 6 bulan harus membuat laporan progres operasionalnya. Laporan progras ini merupakan kewajiban dan harus dipenuhi semua pengusaha minimarket.
Dalam laporannya, setiap mini market harus menginformasikan soal tenaga kerjanya yang sudah diserap. Kemudian, apakah tidak mengganggu perkonomian pasar tradisonal atau toko klontong di sekitarnya. Selanjutnya, bagi minimarket yang tidak membuat progres tersebut diberikan peringatan keras dan yang masih bandel langsung ditutup.
 “Dari situ saja sudah jelas aturannya, apalagi yang tidak punya izin izin mendirikan bangunan (IMB), izin zoning, izin gangguan (HO) maupun izin usaha toko modern (IUTM). Kalau yang tidak ada izin-izin tersebut sudah seharusnya ditutup. Lantas kenapa tidak ditutup. Ini kan aneh,” ungkap politisi asal PKS tersebut.
Ia menegaskan, DCKTR tidak punya wewenang menutup mini market seperti yang disebut Plt Kasatpol PP Arief Budiarto. Sebab, yang paling berwenang menegakkan perda adalah Satpol PP. “Kalau begini adanya, sama artinya Satpol PP lempar batu sembunyi tangan dan sesama pejabat Pemkot  saling lempar tanggungjawab,” katanya.
Selain itu, kalau tiba-tiba Satpol PP mengeluarkan surat teguran keras kepada pemakai brandgang itu sdah hanya mengalihkan isu saja. Sebab, tidak ada angin dan hujan, tiba-tiba Satpol PP membuat surat teguran itu. Sedangkan, rencana penertiban mini market diabaikan.
“Sekali lagi, aturan pendirian minimarket sudah sangat jelas. Di sana ada beberapa perda yang mengaturnya. Dan bila dibandingkan dengan aturan penertiban brandgang, aturan mini market lebih jelas,” tambahnya.
Reni menilai pembatalan penertiban minimarket melanggar Perda No. 1/2010 dan Perwali No. 35/2010. Sementara, pemberian peringatan keras kepada pemakai brandgang oleh Mirota di Jl. Raya Sulawesi dan Nur Pasific di Jl Raya Gubeng tidak sepantasnya dilakukan. Sebab, kedua pengguna brandgang itu sebelumnya sudah diperingatkan Satpol PP tiga kali pada 2009-2010.
Berdasarkan rekom penertiban dari Disperdagin yang disampaikan ke dewan, lanjutnya,  jumlah minimarket yang direkom untuk ditertibkan bertambah. Semula mini market yang harus ditertibkan sebanyak 116 unit, tapi kini menjadi 209 unit. Minimarket sebanyak itu, lanjutnya, terdiri dari Indomart sebanyak 48 unit, Alfamart sebanyak 141 unit, Alfamidi sebanyak  8 unit dan Alfa Sxpres :sebanyak 12 unit.
“Logikanya, yang tidak memiliki izin sama sekali harus ditutup dulu dan mini markt yang pengajuan izin HO-nya ditolak harus ditutup selamanya. Ini kan aneh, kenapa penertibannya batal dilakukan,” ujar politisi dari PKS ini.
Menurut dia,  ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan lagi dalam masalah ini adalah terkait dengan kajian ekonomi. Dalam pendirian minimarket juga harus ada kajian ekonominya. Setelah diteliti seksama ternyata hampir semua mini market di Surabaya yang jumlahnya sekitar 374 unit itu tidak memiliki kajian ekonomi. Apalagi kajian ekonomi utu tidak bisa diperoleh pengusaha mini market hanya dalam seminggu.
“Sebetulnya, kami harapkan Pemkot tidak sekadar ngomong akan menertibkan mini market yang tidak berizin, tapi penertibannya direalisasikan itu saja,” kata dia.
Dari 209 minimarket itu, lanjutnya, ada 3 minimarket milik Alfanart yang ditolak izin gangguannya (HO)-nya dari Badan Lingkungan Hidup (BLH). Itu artinya, tiga mini market yang tidak punya HO itu perlu mendapatkan prioritas penutupan dan tidak boleh beroperasi seterusnya.

Tunggu Prosedur
Plt Kasatpol PP Pemkot Arief Budiarto mengaku, dirinya belum bisa menertibkan minimarket bodong. Pihaknya masih menunggu prosedur peringatan kepada minimarket yang sudah punya sebagaian perizinan dari empat pereizinan yang harus dimiliki pengusaha mini market. Sebab, ada yang sudah memiliki IMB dan zoning, tapi belum memiliki HO dan IUTM.
Selain itu, kata dia, ada minimarket yang hanya memiliki izin zoning, sedangkan IMB-nya sedang dalam proses. Bahkan, ada pula yang tidak punya izin sama sekali. “Kami tidak ingkar janji, tapi hanya menunda,” katanya, tanpa menjelaskan sampai kapan penundaan penertiban dilakukan.
Prosedur penutupan tersebut, lanjutnya, ada di Kepala Bidang Tata Bangunan di DCKTR. Karena yang mengatur prosedur itu DCKTR. “Prosedur penutupannya sedang diproses Pak Isna Kabid Tata Bangunan DCKTR,” katanya.
Sementara Isna sendiri sat dikonfirmasi masalah ini mengatakan, penertiban mini market tetap kewenangan Satpol PP. Pihaknya, kata dia, tidak berhak menertibkan mini market bodong. “Satpol PP yang berwenang menutup mini market itu,” katanya. pur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar