Salam Pemberdayaan Yes, Penggusuran No ! DPD APKLI Surabaya 2011-2014

Senin, 11 Juli 2011

Kemiskinan di Surabaya Masih Tinggi

SURABAYA - Di tengah gegap gempitanya pembangunan di Surabaya ternyata kota ini masih tidak mampu menghapus kemiskinan. Meski setiap tahun anggaran pengentasan kemiskinan mencapai puluhan miliar rupiah, angka kemiskinan di Surabaya terbilang tinggi. 
Berdasarkan data dari Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Surabaya 2011 jumlah 

keluarga miskin (gakin) tercatat sebanyak 112.465 kepala keluarga (KK) atau sekitar 449.860 jiwa (estimasi 1 KK empat jiwa).  Kondisi ini membuat kalangan dewan prihatin. “Ini bukti Surabaya tidak mampu mengentaskan kemiskinan,” kata Junaidi, Wakil Ketua Komisi D PRD Kota Surabaya, Senin (11/7).
Junaidi mengaku, tidak hafal seberapa besar nilai anggaran untuk pengentasan gakin itu. Namun, yang pasti,  anggaran untuk mengentas kemiskinan di Surabaya mencapai puluhan miliar per tahun. Gakin di Kota Surabaya tersebar di beberapa daerah yang padat penduduk. Daerah ini sering disebut dengan kantong kemiskinan. Daerah itu itu ada di enam kelurahan.
Enam kelurahan yang masuk kategori termiskin di Surabaya empat di antaranya berada di Kecamatan Semampir, yakni Kelurahan Ujung, Pegirian, Wonokusumo dan Sidotopo. Sedangkan dua lainnya, Kelurahan Gading Kecamatan Tambaksari dan Kelurahan Simokerto Kecamatan Simokerto.
Tentu kondisi ini, lanjut dia, sangat patut dipertanyakan. Pasalnya, kota yang memiliki segudang pernghargaan mendapat penilaian terbaik dalam bidang pelaksanaan pembangunan insftrastruktur, penghargaan di bidang pekerjaan umum (PU) dan pelaksanaan lelang proyek pembangunan melalui e-procurement.
”Kami mengelus dada, masak Surabaya yang begitu gencar membangun dan memiliki APBD Rp 5,1 triliun serta banyak memperoleh pernghargaan dari berbagai bidang ternyata masih memiliki kelurahan miskin. Tidak tanggung-tanggung, seratus ribu KK, lho,” katanya.
Upaya pengentasan kemiskinan di kota ini, lanjut dia, tidak efektif. Sebab berdasarkan catatan dewan, program kemiskinan dikerjakan oleh banyak satuan kerja perangkat daerah (SKPD), seperti Bapemas, Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Dinas Sosial (Dinsos) dan Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko).
Selama pelaksanaan pengentasan kemesikinan masing-masing SKPD punya program sendiri. Akhirnya, pengentasan kemiskinan tidak tefokus untuk benar-benar mengangkat derajat gakin dari kondisi miskin menjadi berekonomi lebih baik.
Ia mencontohkan, anggaran kemiskinan di Dinkes digunakan untuk menambah asupan gizi bayi di bawah lima tahun (balita). Sedangkan di Bapemas untuk kegiatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tapi, setelah diberi bantuan dana tidak diadakan pengawasan untuk kelanjutan usahanya. Termasuk tidak diupayakan ada pemasaran hasil usaha. Akhirnya gagal dan gakin tadi kembali miskin.
”Yang sekarang terjadi di lapangan seperti itu. Yang jadi pertanyaan sampai kapan kalau kondisi seperti itu terjadi. Apa itu bukan main-main namanya. Saya kira pemkot ini hanya main-main dalam mengentas kemiskinan di kota ini,” ujarnya.
Sedangkan, Kepala Bapemas Pemkot M Iksan mengatakan, warga miskin di Surabaya memang masih sekitar 112.465 KK. Jumlah ini sebetulnya sudah diupayakan untuk turun dan hasilnya sudah ada. Sebab, sebelumnya jumlah gakin di Surabaya ada sekitar 113.000 KK gakin.
Namun, katanya, kalau diharapkan agar gakin bisa tuntas sampai 90%-100% dia mengakui cukup sulit. Pasalnya, ketika ada gakin yang sudah mentas dari kemiskinan ternyata ada gakin baru. Gakin baru ini penyebabnya sangat banyak.
Di antaranya, berdasarkan catatan Dinkes Surabaya ada satu keluarga yang tadinya mampu, namun sekarang jatuh miskin. Penyebab keluarga itu jatuh miskin, lanjutnya, karena ada keluarganya yang kena penyakit gagal ginjal. Penderita gagal ginjal itu harus cuci darah seminggu sekali dengan biaya sekitar Rp 1,2 juta per minggu. Akhirnya, keluarga ini jatuh miskin.
”Itu kabar yang kami terima dari Dinkes. Bahkan, penyebab lain dari adanya gakin baru juga banyak. Cuma kami tidak mencatat penyebabnya, kami hanya mencatat data gakinnya saja,” ujar dia.
Selain itu, data tentang gakin ini setelah teliti ulang. Alasannya,  ternyata di dalamnya ada gakin dari luar Surabaya yang tinggal di kawasan kemiskinan. Mereka ini sudah lama berada di Surabaya dan tidak memiliki KTP Surabaya, tapi ikut terdata dalam kategori miskin. ”Banyak sekali warga miskin yang deperti ini,” katanya.pur

Kantong Kemiskinan di Surabaya

Kelurahan Ujung
Keluarahan Pegirian
Keluarahan Wonokusumo
Keluarahan Sidotopo
Kelurahan Gading
Kelurahan Simokerto

Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat

1 komentar:

  1. berubah ke arah positif itu baik, ubah program dan selaraskan

    BalasHapus