SURABAYA- Geram atas molornya pelaksanaan penertiban minimarket tidak berizin alias bodong membuat Komsi A DPRD Kota Surabaya marah. Komisi ini mengancam akan memboikot pembahasan RAPBD 2012 khusus anggaran untuk Satpol-PP.
“Kalau begini terus kami akan boikot pembahasan anggaran Satpol PP dalam APBD 2012,” kata Erick Reginal Tahalele, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Jumat (8/7).
Menurutnya, setelah komisi A memanggil Plt. Kasatpol PP Arif Budiarto untuk kesekian kalinya, Kamis (7/7) kemarin ternyata masih belum menuai hasil. Pihak Satpol PP masih belum akan menertibkan minimarket dan beralasan masih menata prosedurnya. “Alasan ini sebetulnya klasik, tapi itulah alasan Satpol PP,” ungkap politis asal Golkar ini.
Terkait dengan rencana penertiban minimarket, lanjut dia, perintah walikota Surabaya kepada jajaran di bawahnya untuk segera menertibkan seluruh bentuk pelanggaran perda terutama usaha warlaba yang tidak segera mengurus izinnya sangat jelas. Perintah itu intinya, minimarket bodong harus ditertibkan dan penertibannya disesuaikan dengan prosedur.
Sementara prosedurnya juga sudah dilakukan dengan memberikan surat terguran 1-3 kali kepada pemilik minimarket. Namun, ternyata kebijakan walikota itu tidak serta merta mendapat dukungan dari SKPD terkait dengan berbagai alasan.
Bagaimana tidak, kata dia, minimarket Indomaret dan Alfamart yang paling banyak tidak memiliki izin tidak ditertibkan. Walaupun telah mendapatkan teguran keras dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindagin) Surabaya ternyata Satpol-PP tidak segera menindak pelanggaran perda tersebut.
Dengan kondisi seperti ini, lanjut dia, pihaknya sangat yakin dalam molornya penertiban minimarket itu kental dengan nuansa permainan yang dilakukan oknm satu perangkat kerja daerah (SKPD), terutama oknum Satpol-PP sebagai aparat penegak perda.
“Alasan penundaan pelaksanaan penertiban sejumlah pelanggaran perda yang diungkapkan Arif Budiarto Kasapol-PP terhadap kasus menagda-ada. Saya sangat yakin terjadi permainan dalam upaya penertibannya. Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, jangan berharap pembahasan RAPBD yang menyangkut Satpol-PP bisa terlaksana” ujar Erick berapi-api.
Meski demikian, kata dia, dirinya tetap meminta kepada pemkot Surabaya melalui Satpol-PP untuk tidak menunda pelaksanaan penindakan terhadap sejumlah pelanggaran perda. Karena jika tidak ada penertiban maka pemkot secara kelembagaan dinilai sangat lemah terhadap komitmennya sendiri.
“Saya tidak melihat Satpol-PPnya saja, tapi secara institusi pemkot sangat lemah dalam kasus ini dan saya minta kepada Walikota untuk segera mengevaluasi terhadap beberapa SKPD-nya yang telah jelas-jelas bermain di dalam masalah ini,” jelasnya.
Yang membuat kesal lagi, kata dia. Satpol PP justru mengalihkan perhatian terkait dengan rencana penertiban mini market tersebut. Yakni, dengan menegur pengguna brandgang, padahal pengguna brandgang Nur Pasifik, Apotek Gubeng dan toko Mirota sudh lama melanggar dan sudah waktunya bangunan milik mereka dibongkar. “Mestinya, bangunan milik tiga usaha itu tidak ditegur lagi, tapi sudah langsung dibongkar. Wong peringatannya sudah lebih dari tiga kali,” jelasnya.
Plt Kasatpol PP Pemkot Arief Budiarto mengatakan, sampai sekarang pihaknya masih menunggu prosedur penertiban dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR). “Kami tetap harus procedural dalam penertiban mini market. Artinya, tidak boleh sembarangan menutupnya. Tapi, kami tetap akan menertibkannya, terutama terahdap yang tidak punya izin sama sekali,” ujarnya.
Sebelumnya, Satpol-PP enggan menertibkan mini market yang melakukan pelanggaran Perda No 1/2001 tentang Izin Usaha Toko Moderen (IUTM). Padahal minimarket yang tidak mempunyai IUTM mencapai 209 tempat usaha. pur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar