Selama ini Pemkot melalui Satpol PP tegas terhadap PKL. Bagaimana pada pengusaha berduit?
Jum'at, 24 September 2010, 15:01 WIB
Ita Lismawati F. Malau Bahkan yang lebih memprihatinkan, izin usaha yang merupakan perpaduan dari empat perizinan, yakni izin gangguan (HO), izin peruntukan kawasan (zoning), izin mendirikan bangunan (IMB) dan surat izin usaha usaha perdagangan (SIUP) tidak pernah disosialisasikan pemerintah kota.
“Saya heran, kenapa kok pemkot diam saja. Sudah ada perda dan ada perwali (peraturan walikota)-nya yang mengatur keberadaan minimarket, tapi pelanggaran mini market tetap dibiarkan. Bahkan, jumlah yang melanggar masih banyak,” tandas Reny Astuti, Ketua Pansus Raperda Retribusi Izin Gangguan (HO) DPRD Kota Surabaya, Jumat 24 September 2010.
IUTM itu sendiri dibuat berdasarkan Perda nomor 10/2010 tentang Usaha Perdagangan dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Walikota (perwali) nomor 35/2010 yang mengatur keberadaan minimarket dirilis awal Agustus lalu.
Seharusnya, kata Reny, setelah ada perwali, minimarket jumlah minimarket yang melanggar berkurang. Namun kenyataannya yang melanggar jumlahnya masih ratusan.
Ia mencontohkan, jumlah minimarket Alfamart mencapai sekitar 118 unit. Dari jumlah itu yang punya izin hanya 18 unit. Sementara total gerai Indomart sebanyak 125 unit, yang mengantongi izin 110 gerai. Sementara minimarket lainnya, dari 75 unit, hanya 4 yang berizin.
Pelanggaran ini juga dilakukan usaha minimarket nama lain. Jumlahnya ada 75 gerai dan hampir semuanya tidak memiliki SIUP dan HO. “Ini, bikin kami jengkel,” ungkapnya.
Pelanggaran terbanyak, lanjut dia, banyak minimarket tidak memiliki izin HO, izin zoning dan SIUP. Padahal, sesuai Perda Nomor 1 tahun 2004 tentang Izin Gangguan, pasal 28 tercantum sanksi administrasi yang bisa dilakukan Kepala Daerah mulai dari penyegelan sampai pencabutan izin.
"Seharusnya pemkot dalam hal ini Walikota tegas dengan aturan yang ada. Tapi faktanya pemkot melempem. Baik Satpol PP Bagian Hukum, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Bagian Keuangan, semuanya mandul,” kata anggota Komisi C DPRD Surabaya ini.
Kondisi ini memunculkan imej kalau Pemkot Surabaya hanya memiliki keberpihakan terhadap pengusaha besar. Sebab, selama ini Pemkot Surabaya melalui Satpol PP bisa bersikap tegas terhadap penertiban pedagang kaki lima (PKL), tapi kepada pengusaha berduit maju mundur. “Kalau ada uang dari pengusaha mini market petugasnya mundur tak jadi menggusur, sebaliknya kalau nggak ada uang dia maju terus untuk menggusur,” ujarnya.
Ia meminta supaya walikota baru mengevaluasi kepala dinas yang mengurusi persoalan perizinan. Keinginan untuk melakukan evaluasi besar-besaran terungkap dalam pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) retribusi izin gangguan (HO), Kamis (23/0). Sebab, dalam rapat itu ada Kepala Dinas yang berwenang soal perizinan usaha toko modern tidak pernah melakukan teguran. Bahkan, sosialisasi sanksi bagi pelanggaran aturan tidak pernah dilakukan sama sekali.“Kami meminta walikota Surabaya mendatang melakukan evaluasi terhadap tugas Kepala Dinas,” katanya.
Temuan ini, ujar Reni, merupakan hal yang paling fatal. Pasalnya, banyak pengusaha yang tidak mengetahui kalau mendirikan minimarket membutuhkan IUTM karena tidak ada pemberitahuan dari Pemkot. “Ini kan tidak masuk akal, sebab dalam Perda 1 tahun 2004 tentang izin gangguan sudah jelas semua,” ungkap dia.
Yang lebih menyedihkan, lanjutnya, para pengusaha mini market merasa cukup hanya memiliki SIUP. Padahal, dalam menciptkan usaha izin yang dibutuhkan ada banyak perizinan yang dilaluinya. “Para pengusaha ini mengklaim, jika sudah ada SIUP tidak membutuhkan izin lain. Sehingga mereka tidak mengusu izin-izin yang lain, seperti HO, IMB dan zoningnya,” ungkapnya.
Sementara Kasi Pengawasan dan Pengendaalian Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH), Iman Santoso mengatakan, Perda 1 tahun 2004 tidak secara rinci menjelaskan klasifikasi jenis usaha berat maupun ringan. Untuk itu, Perda ini harus dilakukan perubahan terlebih dahulu.
Status Quo
Sementara itu, Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jatim Jatim, Abraham Ibnu menyatakan, para peritel tidak mau disalahkan atas kondisi sekarang ini. “Kesannya kami yang salah. Padahal sebenarnya Pemkot Surabaya sendiri yang belum siap menerapkan peraturan baru ini,” katanya.
IUTM sendiri sudah ditetapkan Perdanya oleh DPRD Surabaya dengan nomor 10/2010. Menyusul kemudian Perwali nomor 35 tahun 2010. Meski sudah ditetapkan, Abraham menilai, dari sisi standar prosedur maupun perangkat instansi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkot Surabaya sama sekali belum siap.
“Buktinya, begitu SIUP mati dan kami mengajukan izin baru, sampai sekarang prosesnya mandek. Jadi kami sebenarnya sudah berupaya untuk mematuhi semua peraturan yang ditetapkan Pemkot Surabaya. Tapi pemkot sendiri yang belum siap dengan peraturan baru ini,’’ katanya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Surabaya, Endang Tjaturahwati menyatakan, pihaknya tidak bisa membendung minimarket tak berizin karena instansinya merupakan instansi terakhir untuk mengeluarkan izin. “Kami instansi terakhir yang mengeluarkan izin sehingga kami tidak bisa kami menolak.”
• VIVAnews
Kami RAJA RAK INDONESIA menyediakan berbagai macam RAK, seperti RAK MINIMARKET, RAK TOKO, RAK SUPERMARKET dan RAK GUDANG. Website kami di : http://www.rajarakminimarket.com, http://www.rajaraksupermarket.com, http://www.rakgudangjakarta.com, Telp: 021-87786434
BalasHapus