Minggu, 1 Mei 2011 05:46 wib
JAKARTA -Pemerintah, baik pusat dan daerah cenderung mengabaikan peran pedagang kaki lima (PKL). Padahal, keberadaan mereka selama ini telah memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan masyarakat dan perekononomian nasional.
Atas kenyataan itu, DPR berencana untuk merevitalisasi peran PKL dengan membuat produk perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang penataan dan pengelolaan PKL. "Kita ingin secepatnya, kita akan suarakan," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di Jakarta dalam acara Pelantikan Pengurus Pusat Asosiasi Pedagang Kaki Lima (Apkli) di Jakarta, Sabtu (30/4/2011).
Menurut dia, PKL masih dianggap warga negara kelas dua. Meskipun udah ada keputusan bersama beberapa menteri tentang PKL, namun selama ini para pedagang masih kesulitan untuk mendapatkan akses untuk mengembangkan usahanya, misalkan kredit usaha rakyat (KUR).
Tidak hanya mampu menopang perekonomian nasional, Priyo yang juga Ketua Dewan Pertimbang Nasional APKLI ini mengatakan profesi PKL juga dapat menjadi solusi untuk mencegah munculnya kerawanan sosial. "Mereka menjadi PKL karena tidak ada pilihan lain," ungkapnya.
Kendati demikian, dia mengakui ada beberapa daerah yang sudah melakukan penataan dan pengelolaan PKL dengan baik, antara lain Daerah Istimewa Yogyakarta, Solo. Berdasarkan data APKLI, jumlah PKL yang tersebar di seluruh Indonesia saat ini mencapai 22,9 juta jiwa. Setiap PKL menyerap tiga hingga empat tenaga kerja. Apabila dirata-rata jumlah PKL mencapai 90 juta orang.
Ketua APKLI Ali Maksun mengakui perlunya perundang-undangan khusus mengatur penataan dan pengelolaan PKL. Pasalnya, dalam pelaksanaanya, kebijakan pemerintah tidak menguntungkan PKL. " Bersifat sepihak dan memberikan stigma penggangu ketertiban," ujar Maksun.
Menurut dia, semestinya, pemerintah mengedepankan dialog dalam menghadapi PKL, tidak malah melakukan penggusuran. Kebijakan relokasi juga harus mempertimbangkan prospek usaha untuk meningkatkan kesejahteraan PKL.
(Adam Prawira/Koran SI/ram)
Atas kenyataan itu, DPR berencana untuk merevitalisasi peran PKL dengan membuat produk perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang penataan dan pengelolaan PKL. "Kita ingin secepatnya, kita akan suarakan," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di Jakarta dalam acara Pelantikan Pengurus Pusat Asosiasi Pedagang Kaki Lima (Apkli) di Jakarta, Sabtu (30/4/2011).
Menurut dia, PKL masih dianggap warga negara kelas dua. Meskipun udah ada keputusan bersama beberapa menteri tentang PKL, namun selama ini para pedagang masih kesulitan untuk mendapatkan akses untuk mengembangkan usahanya, misalkan kredit usaha rakyat (KUR).
Tidak hanya mampu menopang perekonomian nasional, Priyo yang juga Ketua Dewan Pertimbang Nasional APKLI ini mengatakan profesi PKL juga dapat menjadi solusi untuk mencegah munculnya kerawanan sosial. "Mereka menjadi PKL karena tidak ada pilihan lain," ungkapnya.
Kendati demikian, dia mengakui ada beberapa daerah yang sudah melakukan penataan dan pengelolaan PKL dengan baik, antara lain Daerah Istimewa Yogyakarta, Solo. Berdasarkan data APKLI, jumlah PKL yang tersebar di seluruh Indonesia saat ini mencapai 22,9 juta jiwa. Setiap PKL menyerap tiga hingga empat tenaga kerja. Apabila dirata-rata jumlah PKL mencapai 90 juta orang.
Ketua APKLI Ali Maksun mengakui perlunya perundang-undangan khusus mengatur penataan dan pengelolaan PKL. Pasalnya, dalam pelaksanaanya, kebijakan pemerintah tidak menguntungkan PKL. " Bersifat sepihak dan memberikan stigma penggangu ketertiban," ujar Maksun.
Menurut dia, semestinya, pemerintah mengedepankan dialog dalam menghadapi PKL, tidak malah melakukan penggusuran. Kebijakan relokasi juga harus mempertimbangkan prospek usaha untuk meningkatkan kesejahteraan PKL.
(Adam Prawira/Koran SI/ram)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar