SURABAYA- Asosiasi Pedagang Pasar protes Walikota Surabaya yang tidak tegas mengatur batas wilayah minimarket dan pasar modern. Minimarket yang dibolehkan masuk kampung pasti menghimpit pedagang kelontong.
“Kalau begini terus kondisinya, ekonomi rakyat kecil tidak berkembang . Sebaliknya malah semakin terjepit,” kata Wakil Ketua bidang Organisasi Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Surabaya, Bambang Surpriadi, Sabtu (7/8).
Pernyataannya itu menanggapi terbitnya Peraturan Walikota (Perwali) No. 35/2010 tentang Pelayanan di Bidang Usaha Perdagangan dan Perindustrian yang diterbitkan 13 Juli 2010.
Dalam Perwali ini ternyata tidak mengatur jarak pasti pendirian antara minimarket yang satu dengan yang lainnya. Termasuk pengaturan jarak dengan pasar tradisional.
Dalam pasal 46 Ayat 4 butir a dan b hanya menyebutkan lokasi pendirian minimarket baru harus memperhatikan hypermarket atau pasar tradisional yang sudah ada. Dan menciptakan iklim usaha yang sehat antara hypermarket dan pasar tradisional.
Sedangkan dalam ayat 5 butir a dan b disebutkan, pendirian minimarket baik yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan atau bangunan lain wajib memperhatikan kepadatan penduduk dan perkembangan permukiman baru.Tak dijelaskan lebih konkretnya bagaimana tingkat kepadatannya.
Dengan ketentuan itu, sama artinya jarak antara minimarket dalam satu wilayah seperti yang terjadi selama ini tidak akan dibatasi secara tegas. Pemkot tetap akan membolehkan banyak minimarket meski jarak antar minimarket saling berdekatan. Perwali ini merupakan penjabaran dari Perda Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penataan Usaha Perdagangan.
Menurut Bambang, selama Walikota Surabaya dipegang Bambang DH nasib pedagang tradisional tidak bertambah baik. Sebaliknya semakin terpuruk. Tidak hanya pedagang tradisional di kampung-kampung tapi juga di pasar-pasar besar milik pemkot, seperti di Pasar Tambahrejo, Pasar Wonokromo, Pasar Turi.
Sebaliknya sejak sepuluh tahun terakhir jumah minimarket terus menggurita tanpa ada pembatasan izin maupun pengaturan jarak dengan pasar tradisional. Keberadaannya tidak terbendung tanpa ada ketentuan zonasi serta batasan wilayah yang bisa dimasuki minimarket.
Bambang mengatakan, Walikota Bambang DH sudah pernah berjanji akan mengatur keberadaan minimarket serta memiliki obsesi akan menghidupkan tradisional. “Namun, janji itu palsu,” tandasnya. pur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar