Dance of Catfish Business
Liukan Bisnis Lele
Oleh trubus
Early June 2006, Darseno has spread 15.000 fry catfishes at the 4 m X 12 m size of pond. After 3 months, he has harvested 1,1 tons of Clarias batrachus from that pond. He took selling price for Rp.7.800/kg (contain 7-12 fishes). This agriculture assistance staff retirement has received income Rp8,6 millions in one time. After deducted by production cost, he got Rp1,7 millions net profit for three months.
Awal Juni 2006, Darseno menebar 15.000 bibit lele di kolam berukuran 4 m x 12 m. Selang 3 bulan, dari kolam sama dijala 11 kuintal Clarias batrachus. Dengan harga Rp7.800/kg (sekilo isi 7-12 ekor), pensiunan penyuluh pertanian itu menggenggam pendapatan Rp8,6-juta. Setelah dikurangi biaya produksi, laba bersih Rp1,7-juta diperoleh dalam tempo 3 bulan.
Kolam berdinding tembok di atas bekas sawah itu dikelola Darseno secara intensif. Peternak di Tegalrejo, Boyolali, itu mengatur padat penebaran 200-500 bibit ukuran 5-7 cm/m2. Untuk memanen 90 kg lele, Darseno memberi sekuintal pakan. Dengan cara itu bobot lele bisa mencapai 80-120 g/ekor.
Saat panen tiba, pengepul dari Yogyakarta, Salatiga, Solo, dan Klaten, berebut menampung. Dengan harga bedol kolam Rp7.800/kg, setiap panen diraup pendapatan Rp8,6-juta/kolam. Pendapatannya kian menggembung karena selain kolam di belakang rumah, ayah 1 putri itu mengelola 29 kolam lain seluas 40-50 m2.
Kampung lele
Sukses Darseno bagaikan lokomotif kereta bagi warga lain. Ir Indradi, misalnya, mengubah 2 petak sawah menjadi kolam berukuran 4 m x 13 m. Tiap kolam diisi 20.000 bibit asal pembibit di Tulungagung. 'Saat itu hanya keluar modal Rp10- juta,' tutur alumnus Universitas Tunas Pembangunan di Solo itu. Seperti Darseno, Indradi mampu meraih laba bersih Rp1,7-juta/kolam/panen. Modal yang dikeluarkan bisa ditebus 15 bulan kemudian.
Awal 2006 Indradi menambah 8 kolam. Maklum permintaan yang mengalir melonjak 100%. Semula Indradi bisa melepas 22 kuintal per 3 bulan. Kini ia harus menyediakan setidaknya 44 kuintal/bulan. Setelah dihitung-hitung penghasilan yang diberikan lele lebih menjanjikan daripada bercocok tanam. Darseno menghitung sepetak lahan sawah seluas 2.500 m2 hanya memberi keuntungan Rp1-juta per 4 bulan. Kolam lele seluas 10 m2 dapat memberi laba bersih Rp250.000/3 bulan.
'Karena semua beternak, desa kami bisa menjual 7- 10 ton/hari,' ujar Darseno. Maklum hampir semua warga mengusahakan lele. Gara-gara demam beternak Clarias batrachus, desa itu kini berjuluk Kampung Lele.
Permintaan naik
Gurihnya bisnis lele juga dicecap Wagiran di Kulonprogo, Kecamatan Wates, Yogyakarta. Tiap 3 bulan ia menebar 20.000 bibit ukuran 2-3 cm di kolam 4 m x 8 m. Waktu panen tiba, 15.000 lele berbobot 100-150 g/ekor terjaring. Dengan harga jual Rp8.500/kg, ketua Kelompok Tani Trunojoyo itu memperoleh omzet Rp17,5- juta.
Wagiran tidak sendiri. Bersama kelompok taninya yang beranggotakan 55 orang, setiap hari harus mengisi 20 ton lele ke pasar Yogyakarta. Jumlah itu baru 30% dari total permintaan. 'Sisanya datang dari pengepul di Jawa Tengah dan Jawa Timur,' ujarnya. Kondisi serupa dialami Kelompok Tani Mina Segar di Moyundan, Yogyakarta. Mereka kini harus menyediakan 600 kg lele/hari untuk mencukupi pasar di Sleman dan Purworejo.
Tingginya permintaan lele pun dialami 112 peternak di Desa Jombang, Jawa Timur. Total produksi mereka pada 2005 mencapai 183.457 kg. Kini hingga Agustus 2006, naik menjadi 169.990 kg untuk memenuhi pasar di Jawa Timur dan Jakarta. Dengan luas kolam masing-masing peternak rata-rata 30 m2, setiap tahun diperoleh pendapatan Rp14-juta.
Harga meroket
Lacakan Trubus menunjukkan kebutuhan lele terus meningkat, yang dibarengi kenaikan harga. Pada akhir 2005 harga sekilo lele di tingkat peternak Rp6.200/ kg. Sejak Juni 2006 melonjak menjadi Rp8.500/kg. Harga tahun ini memang paling tinggi, ujar Wagiran. Penyebabnya beberapa sentra mengalami kekeringan dan bencana alam sehingga produksi turun.
Naiknya harga lele ukuran konsumsi memicu lonjakan harga bibit. Sekarang harga bibit naik. Ukuran 2-3 cm, Rp30/ ekor; 3-4 cm, Rp95/ekor; 5-7 cm, Rp110/ekor; dan 7-9 cm, Rp150/ekor, ujar Wagiran. Pada 2004, harga jual bibit berukuran 5-7 cm Rp100/ekor. Kenaikan itu ditengarai sebagai dampak musim kering yang lazim terjadi pada Juni-September.
Di Parung, Bogor, Bana membeli bibit berukuran 7 cm Rp500/ekor. Padahal awal 2006 hanya Rp150/ekor. 'Naiknya harga bibit diikuti kenaikan harga lele konsumsi, selisihnya sekitar Rp1.000/kg,' ujar staf Rawa Cuek Fish Farm di Parung, Kabupaten Bogor, itu.
Hal itu diamini Bariyo di Yogyakarta. Akhir 2005 Ketut-panggilan akrab Bariyo-menjual sekilo lele ke rumah makan dan pasar tradisional seharga Rp9.500/kg.
Nilai itu kini naik Rp10.000-Rp11.500/kg. Kenaikan dan penurunan harga biasanya di kisaran Rp1.000-1.500/kg, ucap Bariyo yang menjual 4-5 kuintal lele/hari. Bahkan di pasar tradisional, Bariyo mampu melepas Rp14.000/kg. Tak hanya pasar dalam negeri, pasar ekspor ternyata meminati lele. Pemerintah Yogyakarta pada 2006 pernah mencanangkan ekspor lele ke Vietnam. Sayang, lantaran gempa menimpa Bantul-salah satu sentra lele terbesar di Yogyakarta-produksi lele anjlok hingga75%. Tak kurang 1.500 peternak berhenti berproduksi.
Menurut Koesnan Maryono, MM, kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pemerintah daerah menyediakan dana Rp8,5-miliar untuk memperbaiki semua fasilitas yang rusak. 'Rencananya kami siap mengekspor pada 2007 ke Vietnam. Yang diminta ukuran 500 g/ekor,' ucap Koesnan.
Batu krikil
Manisnya laba lele dibayangi beragam kendala. Salah satunya pasokan air. Lantaran musim kering, peternak di Parung, Bogor, dan Indramayu kini banyak gulung tikar. Contoh Rahmat A. R di Gunung Sindur Bogor, yang malang-melintang sejak 1990 itu berhenti sejak 6 bulan lalu. Duapuluh kolam berukuran 10 m x 20 m x 1 m dibiarkan kosong. 'Sebelum kemarau, panen bisa 4-5 ton,' ungkapnya.
Itu pula yang dialami Yayat Nurhayat di Desa Cibinong, Bogor. Selama musim kering Yayat hanya mengoperasikan 15 kolam dari 50 kolam yang ada. Produksinya menyusut tinggal 165 kuintal/4 bulan, mestinya 550 kuintal/4 bulan. Akibatnya, keuntungan pun berkurang.
Hambatan lain, harga pakan yang terus meningkat membuat peternak ketar-ketir. Biaya pakan menyedot 80% dari total biaya produksi. Produksi 11 kuintal dari kolam berukuran 4 m x 12 m menyerap 12 kuintal pakan. 'Kalau harga pelet sekarang Rp135.000/30 kg, total pengeluaran mencapai Rp5,4-juta,' ujar Darseno.
Penyakit bercak merah pun membayangi. Penyakit ini menyebabkan pertumbuhan lele terhambat. 'Lele masih bisa dipanen, tapi harganya turun sampai selisih Rp2.000/kg,' tutur Darseno. Namun, bila semua kendala teratasi pendapatan lumayan seperti yang diperoleh Darseno bukan tidak mungkin digenggam.
Liukan Bisnis Lele
Oleh trubus
Early June 2006, Darseno has spread 15.000 fry catfishes at the 4 m X 12 m size of pond. After 3 months, he has harvested 1,1 tons of Clarias batrachus from that pond. He took selling price for Rp.7.800/kg (contain 7-12 fishes). This agriculture assistance staff retirement has received income Rp8,6 millions in one time. After deducted by production cost, he got Rp1,7 millions net profit for three months.
Awal Juni 2006, Darseno menebar 15.000 bibit lele di kolam berukuran 4 m x 12 m. Selang 3 bulan, dari kolam sama dijala 11 kuintal Clarias batrachus. Dengan harga Rp7.800/kg (sekilo isi 7-12 ekor), pensiunan penyuluh pertanian itu menggenggam pendapatan Rp8,6-juta. Setelah dikurangi biaya produksi, laba bersih Rp1,7-juta diperoleh dalam tempo 3 bulan.
Kolam berdinding tembok di atas bekas sawah itu dikelola Darseno secara intensif. Peternak di Tegalrejo, Boyolali, itu mengatur padat penebaran 200-500 bibit ukuran 5-7 cm/m2. Untuk memanen 90 kg lele, Darseno memberi sekuintal pakan. Dengan cara itu bobot lele bisa mencapai 80-120 g/ekor.
Saat panen tiba, pengepul dari Yogyakarta, Salatiga, Solo, dan Klaten, berebut menampung. Dengan harga bedol kolam Rp7.800/kg, setiap panen diraup pendapatan Rp8,6-juta/kolam. Pendapatannya kian menggembung karena selain kolam di belakang rumah, ayah 1 putri itu mengelola 29 kolam lain seluas 40-50 m2.
Kampung lele
Sukses Darseno bagaikan lokomotif kereta bagi warga lain. Ir Indradi, misalnya, mengubah 2 petak sawah menjadi kolam berukuran 4 m x 13 m. Tiap kolam diisi 20.000 bibit asal pembibit di Tulungagung. 'Saat itu hanya keluar modal Rp10- juta,' tutur alumnus Universitas Tunas Pembangunan di Solo itu. Seperti Darseno, Indradi mampu meraih laba bersih Rp1,7-juta/kolam/panen. Modal yang dikeluarkan bisa ditebus 15 bulan kemudian.
Awal 2006 Indradi menambah 8 kolam. Maklum permintaan yang mengalir melonjak 100%. Semula Indradi bisa melepas 22 kuintal per 3 bulan. Kini ia harus menyediakan setidaknya 44 kuintal/bulan. Setelah dihitung-hitung penghasilan yang diberikan lele lebih menjanjikan daripada bercocok tanam. Darseno menghitung sepetak lahan sawah seluas 2.500 m2 hanya memberi keuntungan Rp1-juta per 4 bulan. Kolam lele seluas 10 m2 dapat memberi laba bersih Rp250.000/3 bulan.
'Karena semua beternak, desa kami bisa menjual 7- 10 ton/hari,' ujar Darseno. Maklum hampir semua warga mengusahakan lele. Gara-gara demam beternak Clarias batrachus, desa itu kini berjuluk Kampung Lele.
Permintaan naik
Gurihnya bisnis lele juga dicecap Wagiran di Kulonprogo, Kecamatan Wates, Yogyakarta. Tiap 3 bulan ia menebar 20.000 bibit ukuran 2-3 cm di kolam 4 m x 8 m. Waktu panen tiba, 15.000 lele berbobot 100-150 g/ekor terjaring. Dengan harga jual Rp8.500/kg, ketua Kelompok Tani Trunojoyo itu memperoleh omzet Rp17,5- juta.
Wagiran tidak sendiri. Bersama kelompok taninya yang beranggotakan 55 orang, setiap hari harus mengisi 20 ton lele ke pasar Yogyakarta. Jumlah itu baru 30% dari total permintaan. 'Sisanya datang dari pengepul di Jawa Tengah dan Jawa Timur,' ujarnya. Kondisi serupa dialami Kelompok Tani Mina Segar di Moyundan, Yogyakarta. Mereka kini harus menyediakan 600 kg lele/hari untuk mencukupi pasar di Sleman dan Purworejo.
Tingginya permintaan lele pun dialami 112 peternak di Desa Jombang, Jawa Timur. Total produksi mereka pada 2005 mencapai 183.457 kg. Kini hingga Agustus 2006, naik menjadi 169.990 kg untuk memenuhi pasar di Jawa Timur dan Jakarta. Dengan luas kolam masing-masing peternak rata-rata 30 m2, setiap tahun diperoleh pendapatan Rp14-juta.
Harga meroket
Lacakan Trubus menunjukkan kebutuhan lele terus meningkat, yang dibarengi kenaikan harga. Pada akhir 2005 harga sekilo lele di tingkat peternak Rp6.200/ kg. Sejak Juni 2006 melonjak menjadi Rp8.500/kg. Harga tahun ini memang paling tinggi, ujar Wagiran. Penyebabnya beberapa sentra mengalami kekeringan dan bencana alam sehingga produksi turun.
Naiknya harga lele ukuran konsumsi memicu lonjakan harga bibit. Sekarang harga bibit naik. Ukuran 2-3 cm, Rp30/ ekor; 3-4 cm, Rp95/ekor; 5-7 cm, Rp110/ekor; dan 7-9 cm, Rp150/ekor, ujar Wagiran. Pada 2004, harga jual bibit berukuran 5-7 cm Rp100/ekor. Kenaikan itu ditengarai sebagai dampak musim kering yang lazim terjadi pada Juni-September.
Di Parung, Bogor, Bana membeli bibit berukuran 7 cm Rp500/ekor. Padahal awal 2006 hanya Rp150/ekor. 'Naiknya harga bibit diikuti kenaikan harga lele konsumsi, selisihnya sekitar Rp1.000/kg,' ujar staf Rawa Cuek Fish Farm di Parung, Kabupaten Bogor, itu.
Hal itu diamini Bariyo di Yogyakarta. Akhir 2005 Ketut-panggilan akrab Bariyo-menjual sekilo lele ke rumah makan dan pasar tradisional seharga Rp9.500/kg.
Nilai itu kini naik Rp10.000-Rp11.500/kg. Kenaikan dan penurunan harga biasanya di kisaran Rp1.000-1.500/kg, ucap Bariyo yang menjual 4-5 kuintal lele/hari. Bahkan di pasar tradisional, Bariyo mampu melepas Rp14.000/kg. Tak hanya pasar dalam negeri, pasar ekspor ternyata meminati lele. Pemerintah Yogyakarta pada 2006 pernah mencanangkan ekspor lele ke Vietnam. Sayang, lantaran gempa menimpa Bantul-salah satu sentra lele terbesar di Yogyakarta-produksi lele anjlok hingga75%. Tak kurang 1.500 peternak berhenti berproduksi.
Menurut Koesnan Maryono, MM, kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pemerintah daerah menyediakan dana Rp8,5-miliar untuk memperbaiki semua fasilitas yang rusak. 'Rencananya kami siap mengekspor pada 2007 ke Vietnam. Yang diminta ukuran 500 g/ekor,' ucap Koesnan.
Batu krikil
Manisnya laba lele dibayangi beragam kendala. Salah satunya pasokan air. Lantaran musim kering, peternak di Parung, Bogor, dan Indramayu kini banyak gulung tikar. Contoh Rahmat A. R di Gunung Sindur Bogor, yang malang-melintang sejak 1990 itu berhenti sejak 6 bulan lalu. Duapuluh kolam berukuran 10 m x 20 m x 1 m dibiarkan kosong. 'Sebelum kemarau, panen bisa 4-5 ton,' ungkapnya.
Itu pula yang dialami Yayat Nurhayat di Desa Cibinong, Bogor. Selama musim kering Yayat hanya mengoperasikan 15 kolam dari 50 kolam yang ada. Produksinya menyusut tinggal 165 kuintal/4 bulan, mestinya 550 kuintal/4 bulan. Akibatnya, keuntungan pun berkurang.
Hambatan lain, harga pakan yang terus meningkat membuat peternak ketar-ketir. Biaya pakan menyedot 80% dari total biaya produksi. Produksi 11 kuintal dari kolam berukuran 4 m x 12 m menyerap 12 kuintal pakan. 'Kalau harga pelet sekarang Rp135.000/30 kg, total pengeluaran mencapai Rp5,4-juta,' ujar Darseno.
Penyakit bercak merah pun membayangi. Penyakit ini menyebabkan pertumbuhan lele terhambat. 'Lele masih bisa dipanen, tapi harganya turun sampai selisih Rp2.000/kg,' tutur Darseno. Namun, bila semua kendala teratasi pendapatan lumayan seperti yang diperoleh Darseno bukan tidak mungkin digenggam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar