DPRD Kota Surabaya memanda penataan pedagang kaki lima (PKL) di Kota Surabaya tidak pernah fokus. Bahkan, tergolong amburadul, karena penataannya ditangani banyak satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Akibat, penataan PKL terkesan sporadis.
Sejalan dengan itu Komisi C PDRD Kota Surabaya menyarankan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya meniru Pemkot Surakarta atau Solo dalam hal penataan PKL-nya. Sebab penataan PKL di kota itu berjalan dengan baik dan tanpa ada gesekan antara Pemkot dengan PKL-nya. Bahkan, Pemkot Solo siap mewadahi dan memanusiawikan PKL.
”Saya melihat penataan PKL di Solo jauh lebih baik dibanding Surabaya. Yang menarik walikota Solo mau turun langsung ke lapangan dan berdialog dengan PKL. Walikota menyerap langsung keinginan para PKL,” kata Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Simon Lekatompessy, Kamis (16/9).
Menurut dia, minggu lalu Komisi C melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Solo. Komisi ini melihat cara penanganan PKL di kota itu. Dalam kunker itu dia mendapat keterangan walikota Solo turun langsung ketika akan menata PKL. Saat itu walikota juga memaparkan rencana penataan dan pemindahan PKL tersebut. “Karena pemkotnya sudah punya program yang jelas dan bisa memberikan jaminan akan masa depan PKL, akhirnya PKL mau ditata. Dan yang menarik tidak pernah menimbulkan konflik atau gesekan antara PKL dengan Satpol PP setempat,” jelas Simon.
Selain itu, penataan PKL di Solo menggunakan pendekatan personal dari hati ke hati. Perlakuan Satpol PP Solo juga berbeda tidak seperti di Surabaya.
Hal lain yang menarik, di Solo, Kasatpol PP-nya dipimpin oleh seorang perempuan. Kasatpol PP ini tampak lebih mudah melakukan pendekatan kepada PKL. Yang unik lagi, semua pentungan Satpol PP dikandangkan. “Di sana Pemkotnya lebih memilih menggunakan pendekatan hati daripada menggunakan pentungan,” jelasnya.
Perbedaan dalam menyikapi PKL antara Surabaya dan Solo, lanjut politisi PDS itu, di Solo PKL ditangani Dinas Pasar. Jadi Dinas Pasar Solo, selain menaungi pedagang pasar juga membina PKL.
Sementara di Surabaya ada Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS). Dalam tugasnya PDPS hanya mengurusi pedagang di dalam pasar saja, sedangkan PKL di luar pasar tidak diurusnya.
Selain itu, penanganan PKL di Surabaya juga ditangani banyak lembaga. Berdasarkan catatan Komisi C, PKL di Surabaya ada yang dibina Dinas Koperasi, ada yang dibina Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas), ada yang dibina Dinas Pertanian (Distan) dan ada yang dibina kecamatan.
Banyaknya lembaga yang menangani PKL di Surabaya tentu saja membuat adanya perbedaan paradigma dalam mengelola pasar dan PKL. Tapi, kalau PKL itu ditangani satu lembaga, yakni dinas pasar seperti di Solo dengan paradigmanya melayani masyarakat, maka hasilnya akan jauh lebih bagus. “Ini yang perlu dipelajari Pemkot Surabaya,” ujarnya.
Sejalan dengan ini Komisi C mengusulkan penghapusan PDPS dan pembentukan dinas pasar seperti di Solo. Dinas Pasar ini yang nantinya menangani pasar dan PKL se-Surabaya.
Apalagi, kata dia, kinerja PDPS tidak optimal dan malah menjadi benalu bagi pemkot, karena pada perubahan anggaran keuangan APBD Surabaya 2011 ini PDPS mengajukan bantuan penyertaan modal kepada pemkot sekitar Rp 10 miliar.
“Selama ini PDPS belum bisa memberikan kontribusi sebagaimana yang diharapkan. Kalau tidak bisa optimal, ya PD Pasar dihapus saja. Saya pribadi, setelah melihat kondisi di Solo, mengusulkan untuk dibentuk dinas pasar. Saya pikir itu lebih baik daripada PD Pasar,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi C DPRD Kota Surabaya Agus Sudarsono menambahkan, penataan PKL di Solo memang perlu dicontoh. Namun, bila akhirnya dinas pasar dibentuk, dia meminta agar pemkot tidak menyamakan kedudukan dinas pasar dengan pembentukan dinas pengelolaan tanah dan bangunan (DPTB).
”Saat periode DPRD 2004-2009, untuk mengelola aset pemkot, dibentuk DPTB. Namun, dinas itu rupanya tidak mendapat dukungan optimal dari pemkot berupa kucuran dana yang cukup, sehingga kerjanya tidak maksimal,” katanya.
Selain itu, kata politisi Partai Golkar itu, permasalahan PKL dan pasar di Surabaya memang cukup kompleks. Pasalnya, pembinaan dan pengelolaan PKL ada di tangan beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Selain PD Pasar, dinas perdagangan dan perindustrian serta dinas koperasi, Distan dan Bapemas. Akibatnya, penataan dan pembinaan PKL menjadi tidak fokus.
Humas PDPS Oscar Rachwadadi mengatakan, tugas PDPS memang hanya mengurusi pedagang pasar yang berada di dalam PDPS. Sedangkan urusan PKL bukan urusan PDPS. pur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar